Minggu, 31 Maret 2013

PUISI



DERAP REVOLUSI
Oleh: Bramastyo Dhieka Anugerah


Setiap langkah adalah ibadah
Selama luruskan niat berbuat untukNya
Jiwa yang kelam menutupi persada
Pelita harapan berhimpun bagai senyawa yang bersahaja

Ombak perjuangan terngiang menembus awan
Derap langkah bercampur memar
Terdiam ataupun bersiul hanya akan membuat suasana semakin tertawan
Suara lantangmu hanya akan membuat gaduh seisi galaksi

Sayup angin berhembus tanpa henti
Menemani insan yang bergerak dan merasa ditinggalkan sendiri
Bulatkan tekad tegakkan panji revolusi
 Kuatkan kaki menapaki puncak tertinggi

Sukses revolusioner bukan saat kita berada dipuncak
Melainkan kala kita mau menikmati proses menuju puncak
Wahai, singa-singa yang masih terlelap di dalam gua
Aku menunggumu di arena yang tersudut, terasing dan terisolasi

Raunganmu yang akan membuat kami tegak berdiri,
Bagaikan lilin yang rela mati untuk menerangi

Lumajang, Januari 2013

Minggu, 17 Maret 2013

BBM


   BBM (Benar-Benar Mengsle) 
Oleh: Bramastyo Dhieka Anugerah
 HMJ Sastra Jerman UM
               
              Minggu pagi yang sedikit mendung membangunkanku yang masih lesu. Aku menatap jam dinding dan waktu menunjukkan pukul 12 siang. Aku berjalan menuju gazebo E6 FS UM untuk memenuhi janjiku bertemu  dengan kakak tingkat jurusan sastra Jerman angkatan 2009 namanya (Al Fataa: nama disamarkan) anak UKMP yang malang melintang di kesusastraan Malang. Aku meminta bantuan Mas Al untuk mengkritik ketika aku membaca puisi. Entah mengapa aku ditunjuk untuk menampilkan musikalisasi puisi pada acara Pentas Kolaborasi yang merupakan program kerja HMJ Sastra Jerman. Karena aku jarang tampil dalam bidang seni ya aku harus latihan. Mas Al menilai jika suaraku cenderung nge-bass dan pembawaanku agak kalem (aku kalem ? nggak juga) yowes lanjut. Aku membaca puisi sesuai yang diinstruksikannya. Satu kali, dua kali, dan seterusnya sampai pada akhirnya Mas Al keprok2, menurutnya aku tergolong cepat dalam menjiwai sebuah puisi. Aku mengiyakan akan hal itu karena aku sendiri juga menaruh minat yang cukup besar terhadap segala bentuk karya sastra. Hanya saja aku lebih menyukai gerakan underground, aku tidak suka memunculkan namun aku lebih suka menampakkan. Untuk hal ini aku harus menampilkan mau tidak mau. Sejenak akupun istirahat karena Mas Al harus sholat, Ha ?? ayaene kwit sholat dhuhur. Jam 15.30 Mas Al mengajakku untuk mendiskusikan cerpen karya Intan Paramaditha dan cerpen iku horor jeh. Tak terusno cerita lainnya yang tidak horor, langsung ba'da maghrib aku diajak teman-teman Mas Al untuk masuk rumah hantu yang berada di gedung C1, kebetulan BEM FPPsi sedang Anniversary (Alle Zum Geburstag dulur). FPPsi yang merupakan fakultas baru di UM, jadi nggak ada HMJ alias langsung BEM. Setelah dari rumah hantu wong-wong langsung ngajak dinner.
           "Rek gak luwe a ?, jare Mas Al
           " Iyo ayo dinner, neng Pujas yo, samping.e MX."
           " Sepaket......
Kami berenam melangkah sampai tujuan menembus kegelapan (MIPA) sampai akhirnya sandal.e Mas Al pedot.
          " Adoh sandalku pedot rek yokpo iki."
          "Yowes Mas nyeker ae"
          "Iyowes, ambekne lek wes pedot kate diapakno."
Dan diapun nyeker sampai pujas, setelah selesai dinner. Wong-wong ngajak ke Gramedia Matos.
        "Dek, awakmu melua ning Gramed ?"
        "Smean yakin a Mas nyeker ning Matos"
        "Aku ngunu oke ae, sak karep lek aku"
        "Yo ayo budal."
            Dan ternyata Mas Al nekad ning Matos tanpa alas kaki, batinku aku ndak kenal wong iki L, Ketika memasuki Matos Mas Al tak tegur.
            “Mas smean gak kepingin tak rekam a ?? (rekamane engkok menyusul)
            “Iyo age rekamen.”
            Dan aku merekam sambil ngakak, pas digramedpun satpam.e yo mek memandang datar pas Mas Al nyeker, dan pas pulang Mas minta foto di pintu masuk toko buku gramed tanpa alas kaki. Dan kamipun melangkah menuju rumah. Setelah sampai depan Sasana Krida Mas Al teringat akan sesuatu di Pujas.
            “Dek, awakmu mau wes mbayar a ning pujas ?”
            “Lho iyo Mas, aku lali. Tak piker mau mbayar dadi siji, yowes Mas ayo dibayar saiki.”
Yah, itulah sepenggal ceritaku dari pagi hingga malam ini, untuk lebih jelasnya mene-mene tak dongengi tapi yang jelas aku akan cerita hal lain tentang sebuah perjuangan, penebusan dosa dan ketika ayah dan anak bercengkrama di warung kopi.

Bis Bald !!!