BBM (Benar-Benar Mengsle)
Oleh: Bramastyo Dhieka Anugerah
HMJ Sastra Jerman UM
Minggu pagi yang sedikit mendung membangunkanku yang
masih lesu. Aku menatap jam dinding dan waktu menunjukkan pukul 12 siang. Aku
berjalan menuju gazebo E6 FS UM untuk memenuhi janjiku bertemu dengan
kakak tingkat jurusan sastra Jerman angkatan 2009 namanya (Al Fataa: nama
disamarkan) anak UKMP yang malang melintang di kesusastraan Malang. Aku
meminta bantuan Mas Al untuk mengkritik ketika aku membaca puisi. Entah mengapa
aku ditunjuk untuk menampilkan musikalisasi puisi pada acara Pentas Kolaborasi
yang merupakan program kerja HMJ Sastra Jerman. Karena aku jarang tampil dalam bidang seni ya aku
harus latihan. Mas Al menilai jika suaraku cenderung nge-bass dan pembawaanku
agak kalem (aku kalem ? nggak juga) yowes lanjut. Aku membaca puisi sesuai yang
diinstruksikannya. Satu kali, dua kali, dan seterusnya sampai pada akhirnya Mas
Al keprok2, menurutnya aku tergolong cepat dalam menjiwai sebuah puisi. Aku
mengiyakan akan hal itu karena aku sendiri juga menaruh minat yang cukup besar
terhadap segala bentuk karya sastra. Hanya saja aku lebih menyukai gerakan underground,
aku tidak suka memunculkan namun aku lebih suka menampakkan. Untuk hal ini aku
harus menampilkan mau tidak mau. Sejenak akupun istirahat karena Mas Al harus
sholat, Ha ?? ayaene kwit sholat dhuhur. Jam 15.30 Mas Al mengajakku untuk
mendiskusikan cerpen karya Intan Paramaditha dan cerpen iku horor jeh. Tak
terusno cerita lainnya yang tidak horor, langsung ba'da maghrib aku diajak
teman-teman Mas Al untuk masuk rumah hantu yang berada di gedung C1, kebetulan
BEM FPPsi sedang Anniversary (Alle Zum Geburstag dulur). FPPsi yang merupakan
fakultas baru di UM, jadi nggak ada HMJ alias langsung BEM. Setelah dari rumah
hantu wong-wong langsung ngajak dinner.
"Rek gak luwe a ?, jare Mas Al
" Iyo ayo dinner, neng Pujas yo, samping.e MX."
" Sepaket......
Kami berenam
melangkah sampai tujuan menembus kegelapan (MIPA) sampai akhirnya sandal.e Mas
Al pedot.
" Adoh sandalku pedot rek yokpo iki."
"Yowes Mas nyeker ae"
"Iyowes, ambekne lek wes pedot kate diapakno."
Dan diapun
nyeker sampai pujas, setelah selesai dinner. Wong-wong ngajak
ke Gramedia Matos.
"Dek, awakmu melua ning Gramed ?"
"Smean yakin a Mas nyeker ning Matos"
"Aku
ngunu oke ae, sak karep lek aku"
"Yo
ayo budal."
Dan
ternyata Mas Al nekad ning Matos tanpa alas kaki, batinku aku ndak kenal wong
iki L,
Ketika memasuki Matos Mas Al tak tegur.
“Mas
smean gak kepingin tak rekam a ?? (rekamane engkok menyusul)
“Iyo
age rekamen.”
Dan
aku merekam sambil ngakak, pas digramedpun satpam.e yo mek memandang datar pas
Mas Al nyeker, dan pas pulang Mas minta foto di pintu masuk toko buku gramed
tanpa alas kaki. Dan kamipun melangkah menuju rumah. Setelah sampai depan
Sasana Krida Mas Al teringat akan sesuatu di Pujas.
“Dek,
awakmu mau wes mbayar a ning pujas ?”
“Lho
iyo Mas, aku lali. Tak piker mau mbayar dadi siji, yowes Mas ayo dibayar saiki.”
Yah, itulah sepenggal ceritaku dari pagi hingga malam
ini, untuk lebih jelasnya mene-mene tak dongengi tapi yang jelas
aku akan cerita hal lain tentang sebuah perjuangan, penebusan dosa dan ketika
ayah dan anak bercengkrama di warung kopi.
Bis Bald !!!