Senin, 20 Oktober 2014

PESONA DIBALIK OMBAK


SALAH satu hal yang tidak ingin dialami manusia adalah kehilangan. Bagi sebagian orang rasa kehilangan cukup menambah tensi darah dan memompa jantung agar lebih berpacu. Kehilangan juga bercabang sampai ke akar. Namun yang paling riskan adalah ketika kehilangan jejak saat ingin melangkah pulang. Tapi tidak untuk peristiwa saat tersesat di Pulau Lombok. Jika satu langkah kaki menginjak bumi Lombok, otomatis kaki berikutnya akan terseret mengikuti langkah demi langkah menikmati eksotika menakjubkan Tanah Sasak. Ribuan langkah yang berpijak belum mampu memenuhi dahaga rasa ingin tahu tentang Pulau yang satu ini.

Pantai Gili Trawangan (Mr. Fauzan Fadhillah)

Pesona yang ditawarkan nyaris tidak pernah merusak mata. Kadang kala kedua kaki enggan beranjak, namun justru berhasrat membantu mata agar terus bermanja. Selain itu, kawasan pantai yang belum banyak tersentuh oleh tangan jail manusia memancarkan aura alami tanpa adanya kesan buatan dari rekayasa lensa. Tidak perlu mencari waktu luang untuk berlibur ke Lombok. Karena destinasi wisata satu ini diperuntukkan bagi orang-orang dengan hati yang lapang. bukan waktu luang.



Hotel Tugu Lombok. Pantai Sire, Desa Sigar Penjalin. (www.tuguhotels.com)

Romansa yang terbentuk dengan sendirinya membawa kita terhimpun dalam satu area dimana perpaduan antara jelang petang, semburat kemerahan dan matahari terbenam berselimut ombak berjajar. Sering kita melihat dan rela agar mata terjaga menyaksikan ayunan matahari yang ditelan. Imajinasi seakan berpacu, menebak apa yang akan nampak setelah ini. Tidak peduli dengan gangguan angin disamping rasa dingin merambat memasuki pori-pori terdalam dan sedikit menjamah tulang.

Pantai Senggigi (initempatwisata.com)

Bukan soal sampai mana langkah kita, melainkan ada dimana kita sekarang ? kita gemar melakukan perjalanan tapi khilaf dengan jalan pulang. Perbekalan ludes dan tiada orang yang bisa ditanya. Apadaya kita memang sengaja menyesatkan diri, membuang segala kelengkapan yang memberatkan, mencari orang-orang pedalaman untuk dijadikan teman dan kembali ke peraduan  dengan menapak pasir putih dibalik matahari yang kelak bersinar lagi.


Minggu, 19 Oktober 2014

DESTINASI BIRU

Cerita: Bramastyo Dhieka Anugerah
Foto: @namahakrisna


              BELUM lelap dahagaku akan ketidakpastian. Kala kura-kura berlari menentang sang kijang. Tidak lama kemudian  aku mendengar hempasan karang terbongkar menjadi puing-puing kekacauan. Saat dimana waktu tergulung mengiringi ombak lepas pantai elok semampai. Sebelumnya aku berdiri di Pulau seberang, menanti panggilan untuk datang ke sebuah taman kota. Tapi apadaya, langkahku terhenti di Pulau Dewata. Indah, kesan yang pertama aku kunyah. Gurih dan renyah waktu terngiang kabar burung dari Pulau seberang. Tergambar bayangan rona kemerahan dari mulut petang, mendasari rasa keingintahuan akan kebebasan di lepas Pantai Sasak. Aku menunggu saat-saat seperti itu, saat dimana hanya aku dan kamu serta laut biru menutup makan malam tempo hari.