Sampai
kapankah ini kan berakhir
Membicarakan
orang-orang yang fakir
Untukmu
delegasi rakyat yang terhormat
Lihatlah
kami semua melarat
Masih butakah
engkau akan masalah
Tapi
senantiasa melek akan harta
Engkau seakan
lupa akan kewajibanmu
Menyampaikan
jeritan batin dari rakyatmu
Namun
dengarkah engkau ? bisakah engkau merasakan wahai delegasi rakyat ?
Jangan
sekali-kali engkau tertawa, beranikah engkau menyerukan
Bahwa ini
bukan di alam baka, namun ini sebuah realita
Tetapi hanya
terdengar ungkapan cukup sudah
Berkoarpun
tiada berguna
Hanya Tuhan
yang berhak menentukan
Sejauh mana
negeri ini kan bertahan
Tidakkah
kita tersadar tiupan angin yang menghajar seluruh material
Memusnahkan
ungkapan dalam oral
Justru
inilah suatu peringatan
Akan segala
kekhilafan dan perbuatan
Mungkinkah
terjangan angin akan menyusul
Ungkapan
komplain alam lewat sebuah simbol
Atas nama
rakyat tertindas
Yang selalu
tergilas oleh orang-orang dengan kantong tebal akan kertas
Masih
sibukkah engkau dengan toilet ?
Disini kami
sibuk menarik mikrolet
Ingatlah
bahwa engkau bukan dewa
Yang takkan
pernah bisa sembunyi dari amarah
Jangan
pernah mendendam jika suatu saat engkau tersingkir
Karena
disaat kami membutuhkanmu engkau tak segan untuk mangkir
Aku hanya ingin mengingatkan jika jauh
disana tersimpan segenggam cinta
Cinta yang akan berwujud kepulan angin
nista
(Malang,
29 Januari 2012) Bramastyo Dhieka Anugerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar