Selasa, 28 Februari 2012

ANGIN NISTA



Sampai kapankah ini kan berakhir
Membicarakan orang-orang yang fakir
Untukmu delegasi rakyat yang terhormat
Lihatlah kami semua melarat
Masih butakah engkau akan masalah
Tapi senantiasa melek akan harta
Engkau seakan lupa akan kewajibanmu
Menyampaikan jeritan batin dari rakyatmu
Namun dengarkah engkau ? bisakah engkau merasakan wahai delegasi rakyat ?
Jangan sekali-kali engkau tertawa, beranikah engkau menyerukan
Bahwa ini bukan di alam baka, namun ini sebuah realita
Tetapi hanya terdengar ungkapan cukup sudah
Berkoarpun tiada berguna
Hanya Tuhan yang berhak menentukan
Sejauh mana negeri ini kan bertahan
Tidakkah kita tersadar tiupan angin yang menghajar seluruh material
Memusnahkan ungkapan dalam oral
Justru inilah suatu peringatan
Akan segala kekhilafan dan perbuatan
Mungkinkah terjangan angin akan menyusul
Ungkapan komplain alam lewat sebuah simbol
Atas nama rakyat tertindas
Yang selalu tergilas oleh orang-orang dengan kantong tebal akan kertas
Masih sibukkah engkau dengan toilet ?
Disini kami sibuk menarik mikrolet

Ingatlah bahwa engkau bukan dewa
Yang takkan pernah bisa sembunyi dari amarah
Jangan pernah mendendam jika suatu saat engkau tersingkir
Karena disaat kami membutuhkanmu engkau tak segan untuk mangkir
Aku hanya ingin mengingatkan jika jauh disana tersimpan  segenggam cinta
Cinta yang akan berwujud kepulan angin nista


 (Malang, 29 Januari 2012) Bramastyo Dhieka Anugerah






Tidak ada komentar:

Posting Komentar