Kamis, 08 Maret 2012

Sayembara Ahmad Wahib 2012



Sepakbola merupakan salah satu alat pemersatu bangsa, dari tribun ekonomi, VIP sampai VVIP sekalipun, seluruhnya berlatarbelakang  ras, suku agama pun status sosial yang berbeda.



Senin, 05 Maret 2012

SELAMAT DATANG RIBET !!!


SELAMAT DATANG RIBET !!!

             AWAL yang membuat shock saat saya mengenal Microsoft, semua serba membingungkan karena saya yang gaptek. Awal 2005 saya  mengenal Microsoft adalah ketika ayah saya membeli sebuah computer dan saat itu juga saya harus merakit dan menginstalnya sendiri. Sebuah pengalaman pertama yang menyiksa. Semua tidak lepas dari banyaknya versi dari Microsoft, sampai akhinya saya membawanya ke seorang teknisi yang merupakan kolega ayah saya dikantor. Saat di beritahu berbagai kerusakan pada, Monitor, Windows, Kipas dll. Saya hanya bisa manggut-manggut tanpa ada sedikitpun ilmu computer dalam otak.
            Namun tidak selamanya saya gaptek, perlahan saya mulai menghilangkan gaptek itu sedikit demi sedikit dengan sering bermain ke rumah teman saya yang merupakan teknisi panggilan. Daripada harus kursus lebih baik saya cari yang gratisan. Kelancaran saya dalam memahami Microsoft saya rasakan ketika menginjak bangku kelas XII SMA, dari situ saya memiliki tanggung jawab untuk tidak selamanya bergantung kepada teknisi computer. Ujian awal saya saat harus menginstal windows setelah datangnya computer baru, saya memang jarang memaksakan kehendak orang tua.
            Jadi, computer saja sudah cukup. Asal usernya kreatif dan memiliki berjuta ide,biar bagaimanapun tetap saja semua butuh pembelajaran. Saya kurang peka terhadap keadaan computer, apalagi virus yang merajai kompuer. Saya benar-benar tidak mengerti, namun semua bisa dicegah supaya windows tidak terinfeksi virus. Yah, linux-lah solusinya. Dan Tidak jarang teman-teman sekolah selalu menertawakan saya ketika flashdisk milik saya di scan dan suara virus terdeteksi begitu keras sehingga membuat saya rendah diri.
            Saya memang tidak pintar, tapi setidaknya saya mau belajar. Saya berusaha untuk menjadi lebih baik, bukan menjadi yang terbaik. Ribet memang membuat saya putus asa, namun sekali lagi semua hanya tanpa makna jika kita hanya berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa. Selamat datang ribet !!! perkembanganmu kan selalu kutunggu. 


   MUGI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 LAPINDO ROAD TO PILPRES
           

            MASYARAKAT  kini mungkin beranggapan jika kasus lumpur lapindo hanya soal ganti rugi. Namun dibalik itu semua ternyata lapindo menyimpan banyak kejanggalan-kejanggalan yang disinyalir membohongi publik sejak 2006.     
            Pertama, Lapindo muncul di Media tanggal 29 Mei 2006 dan disebabkan efek dari gempa Yogya yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006. Tapi, dalam kenyataannya lumpur pertama kali muncul pada tanggal 23 Mei 2006 tepatnya di Desa Siring, pihak lapindo mempublikasikannya pada tanggal 29 Mei 2006 seolah-olah Gempa Yogya yang jaraknya sekian kilometer benar-benar dampaknya sampai ke Sidoarjo. Belum lagi mengapa kini kasusnya bernama lumpur Sidoarjo ? dan bukan Lumpur Lapindo ?
Kedua, Lapindo wilayah kerjanya meliputi Mojokerto-Sidoarjo-Pasuruan. Dari sekian wilayah yang dieksplorasi PT.Lapindo Brantas, izin untuk mengeksplorasi di wilayah Porong, Sidoarjo merupakan daerah pertanian dan padat huni. Pertanyaannya adalah mengapa izin tersebut bisa keluar ?, belum lagi kini banyak warga yang “terusir” dari tempat tinggalnya karena rumah dan tanah mereka sudah tidak digunakan sebagaimana fungsinya. Jika kita lebih jeli pihak lapindo brantas justru membeli sertifikat  tanah maupun rumah warga yang akhirnya wilayah eksplorasi PT. Lapindo Brantas semakin luas saja.
Ketiga, tentu kita masih ingat beberapa tahun silam saat tumpahan minyak mencemari teluk meksiko, dan perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan terbesar yang dimiliki Inggris. Tetapi kemungkinan membiarkan kejadian itu berlarut-larut tidak sedikitpun ada dalam benak Barack Obama, Obama tidak peduli meski Inggris adalah sekutu AS. Presiden Obama menyita seluruh aset perusahaan tersebut yang membuat masyarakat Inggris marah besar, dan Presiden Obama memberikan deadline hanya dua bulan untuk menyelesaikan tumpahan minyak di teluk Meksiko.
Ternyata semuanya selesai hanya dalam kurun waktu dua bulan, dan  mengapa kasus lapindo yang berada di daratan belum kelar juga sampai sekarang. Bukan hal mustahil jika beberapa bulan menjelang usainya pemerintahan SBY, kasus lapindopun juga akan usai. Dan tokoh yang berhasil menuntaskan kasus lumpur lapindo akan maju menjadi calon Presiden periode mendatang. Tentu ini merupakan “produk” yang laris manis jika kasus lumpur lapindo benar-benar tuntas menjelang pilpres. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Sabtu, 03 Maret 2012


PENDIDIKAN INTERNASIONAL
            DALAM potret dunia pendidikan kita tentu sudah hal lumrah jika Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) menurut masyarakat adalah yang paling favorit dari sisi fasilitas maupun tenaga pegajarnya. Namun taukah semua orang input dari sekolah tersebut ? karena masyarakat hanya menilai dari outputnya saja.
Bayangkan dari ribuan RSBI diseluruh Indonesia belum satupun yang menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Permasalahannya jelas, guru masih menjadi focus utama karena syarat guru SBI adalah sarjana S-2. Selain itu perlu adanya beragam kerjasama dengan sekolah-sekolah diluar negeri karena mengenal dunia Internasional juga harus mengenal budayanya seperti adanya program student exchange.
Karena itu permasalahan-permasalahan tersebut menjadi lahan subur investasi pemerintah luar negeri, contohnya saja baru-baru ini Pemerintah Amerika Serikat (AS), menjadikan sektor pendidikan di Indonesia sebagai prioritas investasi mereka.
Oleh karenanya, negeri Paman Sam itu, akan menginvestasikan 19,7 juta US Dollar, di sektor pendidikan  Indonesia selama lima tahun, dalam program Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan Tinggi (HELM).
Program yang digagas oleh US Agency for International Development (USAID) ini, guna mendukung upaya Pemerintah Indonesia mengembangkan institusi pendidikan  kelas dunia, dan mempersiapkan siswa menjadi pemimpin yang sukses.
"Amerika Serikat dengan bangga menjadi mitra  di Indonesia, dan membantu siswa menyiapkan diri mereka menghadapi kebutuhan dunia yang terus berubah," ujar Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel. Jumat (27/1/2012).
"Sekolah yang kuat membantu Indonesia tumbuh dan berkembang lebih lanjut, dan memainkan peran dalam mempercepat ekonomi global," lanjutnya. Program HELM, akan memfasilitasi pertukaran pengalaman kepemimpinan, dan manajemen yang vital, keahlian ilmiah dan teknis, dan pemahaman lintas budaya antara Amerika dan Indonesia.
Selain itu Program HELM, juga mempromosikan kolaborasi antara AS dan Indonesia, perusahaan, yayasan, dan lembaga-lembaga, sehingga membuka pintu bagi Amerika dan Indonesia untuk melakukan bisnis dan belajar dari satu sama lain. Betapa berkuasanya produk asing di Indonesia atas pendidikan khususnya. Namun selama itu bermanfaat harapan besar tertumpu pada kerjasama ini karena budaya ketergantungan kita terhadap produk luar negeri sangat sulit dibendung.
Karena SBI yang bakal diperjuangkan oleh Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) Muhammad Nuh adalah SMA 8 JAKARTA. Karena Sekolah tersebut bisa dikatakan menjanjikan karena siswa lulusannya berkualitas. Buktinya adalah banyaknya Universitas-universitas asing yang menawarkan diri supaya siswa lulusan SMA 8 bisa melanjutkan studi di kampus mereka.
Karena SBI bukan untuk gengsi semata, melainkan untuk kemajuan pendidikan kita supaya bisa terpandang di dunia. Karena kita selalu bergantung kepada sejarah jika dahulu guru-guru dari luar banyak yang belajar ke Indonesia. Tapi bagaimana dengan sat ini ?. Sudah selayaknya investasi pendidikan kini merupakan sebuah momentum perubahan pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik.

Selasa, 28 Februari 2012

ANGIN NISTA



Sampai kapankah ini kan berakhir
Membicarakan orang-orang yang fakir
Untukmu delegasi rakyat yang terhormat
Lihatlah kami semua melarat
Masih butakah engkau akan masalah
Tapi senantiasa melek akan harta
Engkau seakan lupa akan kewajibanmu
Menyampaikan jeritan batin dari rakyatmu
Namun dengarkah engkau ? bisakah engkau merasakan wahai delegasi rakyat ?
Jangan sekali-kali engkau tertawa, beranikah engkau menyerukan
Bahwa ini bukan di alam baka, namun ini sebuah realita
Tetapi hanya terdengar ungkapan cukup sudah
Berkoarpun tiada berguna
Hanya Tuhan yang berhak menentukan
Sejauh mana negeri ini kan bertahan
Tidakkah kita tersadar tiupan angin yang menghajar seluruh material
Memusnahkan ungkapan dalam oral
Justru inilah suatu peringatan
Akan segala kekhilafan dan perbuatan
Mungkinkah terjangan angin akan menyusul
Ungkapan komplain alam lewat sebuah simbol
Atas nama rakyat tertindas
Yang selalu tergilas oleh orang-orang dengan kantong tebal akan kertas
Masih sibukkah engkau dengan toilet ?
Disini kami sibuk menarik mikrolet

Ingatlah bahwa engkau bukan dewa
Yang takkan pernah bisa sembunyi dari amarah
Jangan pernah mendendam jika suatu saat engkau tersingkir
Karena disaat kami membutuhkanmu engkau tak segan untuk mangkir
Aku hanya ingin mengingatkan jika jauh disana tersimpan  segenggam cinta
Cinta yang akan berwujud kepulan angin nista


 (Malang, 29 Januari 2012) Bramastyo Dhieka Anugerah






Selasa, 21 Februari 2012

AKU BUKAN LINTANG


AKU BUKAN LINTANG
Apes nian nasibku kini, setelah pak Guru menyuruhku untuk berdiri. Di sebuah ruang kelas yang teduh nan asri berlantaikan marmer dan kotoran tiada menempel sedikitpun. Dicelah-celah jendela yang terlihat mewah angin sepoi-sepoi bertiup tanpa henti menambah berseri suasana belajar mengajar dikelasku yang sunyi kini.
 Kriiiiiiiiing !!! bel berbunyi tanda waktu rehat kegiatan belajar mengajar, Dylan sahabatku mengajak untuk diskusi tentang ke SMP mana yang akan kami tuju setelah  lulus nanti.“Ayo kita bicara di tempat biasa soalnya di sini risih,‘‘ ajaknya. Akupun memenuhi ajakannya di tempat biasa kami berkumpul, yaitu taman sekolah berisikan bunga bermekaran dan tersedia bangku yang mengelilingi pancoran. Sesampainya disana dia mulai pembicaraan.
“Apa rencanamu setelah lulus nanti ?“ tanyanya.
“Sepertinya aku akan menunggu setelah nilai ujianku keluar, karena seperti yang kamu  tahu. Nilai raport terakhirku jauh dari kata memuaskan, dan aku takut tidak lulus ujian.”
“Tapi, menurutku kamu pinter. Lihat aja tuh nilai bahasa inggrismu cum laude.”
            “Tetep aja aku masih gelisah karena penentuannya di ujian nanti.“
            “Sudahlah jangan gelisah, percaya saja pada diri sendiri.”
            “Kalau kamu sendiri gimana lan ?“
            “Aku sih ya nurut orang tua, mereka memintaku untuk ke SMP INTERNASIONAL.“
            “Aku lihat kamu pede banget lan“
            “Apa yang kita pikirkan, itulah yang semesta berikan. Optimis aja.“
Kriiiiiiiiiing !!! bel masuk kelas berbunyi, seketika aku dan Dylan  meninggalkan taman yang elok itu untuk segera memasuki kelas, dan Guru mata pelajaran Matematika lagi-lagi memberikan peringatan kepada kami bahwa ujian sudah dekat.
            Dalam pandanganku ujian sangat membebaniku walaupun anggapan jika menghadapi ujian butuh sedikit keseriusan dan percaya diri tanpa melupakan campur tangan Sang Pencipta. Jika syarat sesimpel itu mengapa penentuan kelulusan hanya selama empat hari saja ?. Tetapi lembaga hanya pelaksana kebijakan pemerintah dan korban “kelinci percobaan“ ini adalah siswa.
            Saat itu juga hatiku mulai terguncang seakan-akan ketakutan itu datang lagi, namun tetap saja semua ketakutanku takkan merubah segalanya. Karena bertambah hari secara perlahan pun ujian itu tidak akan ada perubahan. Dorongan moral dari para Guru pengajar berusaha aku simpan dan aku rekatkan dengan paku di dalam memoriku, terbayang jelas perkataan-perkataan pengusir rasa takut itu.
            “Jadi semuanya saya harap belajar lebih giat,  dan yang terpenting yakinlah kalian bisa.”
“Yakinkan pada diri kalian, aku harus bisa, aku harus bisa, aku harus bisa dan jangan       sampai atau bahkan sesekalipun kalian bilang aku tidak bisa.“
            Selalu perkataan itu yang melekat dalam benakku, untuk menutupi ketakutanku, malam harinya aku berbaring di kamarku yang jauh dari kata tidak layak. Sebaliknya, semua orang pasti betah berlama-lama jika sudah terbuai dalam kesempurnaan di tempat peristirahatanku.
Satu buku aku buka  beberapa halaman, belum selesai aku baca. Aku membuka buku lagi. Tidak lama aku mengambil buku lain, hanya sesaat aku membaca dan nasib buku-buku yang lainpun hanya aku bolak-balik saja sampai ranjang bagai lautan buku berombak ilmu yang tak satu materipun aku ingat.
Bahkan alasanku sangat klasik, otakku blank. Aku bingung apa yang harus kulakukan, aku tidak paham mulai dari pelajaran apa yang harus aku pelajari terlebih dahulu. Semua buku yang aku buka, dan semua materi yang aku pelajari seakan-akan hanya hembusan angin yang tak mampu merobohkan tegaknya pohon bambu.
“Den......den........ waktunya makan malam den........,“ suara bibi memanggilku.
“Iya bi..... sebentar lagi saya menyusul ,“ aku membalas panggilannya.
Lagi-lagi aku harus berurusan dengan Rama (Romo dalam bahasa Jawa), panggilan seorang ayah yang mampu menjatuhkan semua amarahku jika berhadapan dengan beliau. Tubuh kekarnya bukan untuk membuat orang lain segan, tetapi untuk meringankan beban pembantu dirumahku jika dimintai tolong untuk mengangkat barang yang berat.
Karena keluargaku tidak memiliki pembantu laki-laki, dan hanya seorang bodyguard yang senantiasa mengawal Rama dan Bundaku kemanapun langkah mereka berpijak. Tajamnya penglihatan Rama semata-mata untuk mengawasi gerak-gerik karyawannya untuk mengantisipasi calon koruptor sedini mungkin di kesultanan Rama. Kumisnya seakan melengkapi wajahnya yang bersinar karena seringnya beliau mendekatkan diri kepada-Nya disaat orang lain tertidur lelap.
 Mulai berat kurasakan betapa tersiksanya untuk melangkah menuju ruang makan dan berhadapan dengan Rama serta Bunda. Tegakah aku jika aku memperlihatkan ketidaksiapanku menghadapi soal-soal yang menentukan nasibku kedepan. Tiada daya dan upaya selain meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja.
“Bagaimana le sekolahmu. Ujianmu wes cedek iki”……. (gimana nak sekolahmu.  ujianmu sudah dekat ini)
“Lancar-lancar saja Ram, tadi disekolah tidak ada masalah. Lagipula pelajarannya hanya diskusi. Masalah ujian Insyaallah saya siap Ram.”
“Ya sudah le, kamu belajar saja yang rajin. Rama karo Bundamu mek iso ndunga’no. Ya kan Bun.” ( Rama sama Bunda hanya bisa mendo’akan)
“Iya le Bunda karo Rama mek iso ndunga’no karo ngetutno sampeyan. Kabeh keputusan onok neng tanganmu dewe le,“ Jawab Bunda. (Iya nak Bunda sama Rama hanya bisa mendo’akan sama menuruti kemauan kamu. Semua keputusan ada di tanganmu sendiri)
“Enjeh Bun, Saya pasti berusaha maksimal agar lulus ujian dan masuk SMP favorit. Ya sudah Bun, Rama. Ananda belajar dulu.” 
Sungguh masalah yang tidak mudah untuk selesai dengan segera, butuh kerja keras sebelum nantinya aku berjuang sendiri.
Aku merasa kali ini benar-benar sendiri, saat semua sibuk mempersiapkan ikrar di balik bilik impian mereka yang terkatung-katung supaya bisa melewati hadangan soal-soal ujian yang tergeletak di depan mata namun mematikan jika hanya dibiarkan tanpa sebuah tindakan dan pemikiran yang jarang semua siswa menjawabnya dengan asas palsu.
Terasa berat perjuanganku, namun aku percaya jika mereka akan dengan mudah melewati ranjau yang tiada orang tahu dimana letaknya tanpa strategi dan intimidasi terhadap soal-soal percobaan itu yang akan menentukan nasibku dan teman-temanku kelak.
Senandung puitis selalu menimbulkan statement jika yang kulakukan merupakan sebuah kekeliruan andaikan hanya monoton dan itu-itu saja. Jangan kalah oleh masalah, orang hebat tidak dilahirkan melaui kemudahan. Justru mereka dibentuk oleh derita dunia dan air mata, jika engkau merasa sendiri janganlah engkau pesimis. Tegakkan kepalamu dan lakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Percayalah, jalanmu semakin dekat.
Maka terjadilah hal yang krusial, apa yang aku pelajari berbeda jauh dengan ujian kali ini. Aku benar-benar keluar jalur dan nyaris tak terarah, tiba-tiba sambaran tangan dari seorang guru mendarat di wajahku yang akhirnya membangunkanku dari mimpi buruk ini dan menyadarkanku bahwa aku masih dalam keistimewaan sebuah tempat tinggal..
Sungguh aku merasa shock, kali ini aku yang akan bersaksi atas perkataan Leonardo da Vinci: ‘’Chi non puo quel che voul, quel che puo voglia”- Siapa yang tak sanggup meraih apa yang dia inginkan, sebaiknya menginginkan apa yang dia sanggupi.
Aku jelas takkan sanggup menyamai anak Belitong, tapi aku sanggup untuk melewati ujian ini. Ini hanya sebuah percobaan, dan aku tidak akan mundur sedikitpun sampai akhirnya aku tersadar pada satu titik dimana detik ini aku berhadapan dengan Ujian Nasional yang akan menentukan kelayakanku lulus dari sekolah ini setelah menanam benih ilmu selama kurang lebih enam tahun lamanya.
Layaknya seekor bunglon yang menangkap mangsa dengan lidahnya, Ujian ini terasa seperti kegiatan belajar semula. Aku masih belum yakin jika aku sudah lepas tanggung jawab untuk belajar di sekolah ini.
Tetapi aku tidak akan keluar hanya dengan secarik kertas dengan bingkai dari Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan berisikan biodata pribadiku dan nilai ujian, yang nantinya memberikan pesan secara tidak langsung untuk melindunginya dengan laminating dan tidak jarang banyak tuduhan bahwa perdebatan secarik kertas itu karena pemalsuan.
Aku sudah petakan kemana langkahku, kuakui aku memang orang berada, dan aku mempunyai segalanya. Tapi itu semua milik orang tuaku, akan jadi apa aku nanti semua tersaji di angan, tangan dan langkahku yang akan melaksanakan  seluruh tujuan studiku menjejak SMP, berlanjut ke SMA sampai nantinya aku akan kuliah di Jerman dan kembali ke Bumi Pertiwi tanpa secuilpun campur tangan orang tuaku kecuali restu mereka.
Orang berada nan berdarah birupun memiliki cita-cita dan tahu diri bahwa mimpi itu harus ada di benak semua umat manusia, tetapi bermimpi bukan untuk melahirkan jutaan pemimpi. Melainkan untuk mencetak jutaan peraih mimpi, yang tidak hanya lahir dari pulau Bangka. Walaupun kebanggaanku tak terhingga kepada mereka. Tapi aku bukan mereka, aku bukan seorang Lintang, teman kecil seorang anak yang kini menjadi penulis. Penulis menceriterakan bahwa Lintang juga paling pintar di kelasnya sehingga mendorong penulis termotivasi menuntut ilmu hingga meninggalkan jejak di Perancis. Dan tiada seorangpun dengan mudah melupakannya.
Disini adalah aku, yang akan melanjutkan perjuangan pendahuluku. Mengisi kemerdekaan dengan pendidikan, bukannya aku tidak ingin memperdalam ilmu di Negeri sendiri. Tapi gelar sarjanaku sudah dipastikan produk asli dalam negeri, dan aku tidak akan tinggal diam jika kesempatan untuk  meraih gelar Master of Arts menuntutku diharuskan bertandang ke Jerman.